Apakah ada salah seorang di antaramu yg ingin mampunyai kebun kurma & anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah MASA tua pada orang itu sedang dia mmpunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah, DEMIkianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kpada kamu supaya kamu mmikirkannya. Al Baqoroh:266
Semalam seorang wakil dari sebuah kegiatan di sebuah stasiun tv menelpon saya, saya bingung dia dapat nomor hp saya darimana. Seperti biasa tawaran liputan yang temanya lagi - lagi masalah kemualafan saya. Membosankan sekali. Duduk di samping saudara saya Johnday, saya menerima telpon itu. Tapi ujung - ujungnya tetap saya menolak untuk hadir dalam acara bertema dakwah di salah satu stasiun TV besar di Indonesia itu.
Paginya, saya mendapat beberapa sms dan telpon dari kenalan kenalan yang memiliki nomor handphone saya. Katanya sebuah tabloid islam dari kota Bandung ingin mewancara saya dalam rubrik mualaf, mereka minta izin agar boleh memberikan nomor HP saya ke pihak terkait tersebut. Dan lagi - lagi saya menghindar dan menolak.
Dua hal diatas terjadi bersamaan, kurang dari 24 jam. Suatu hal yang saat ini memang amat sangat saya hindari. Saya harus berpikir keras dan panjang sebelum memutuskan untuk mengiyakan undangan media. Semua semata - mata karena kehatian hatian saya setelah belajar dari banyak pengalaman.
Salah satu hal yang saya hindari adalah jebakan retorika. Baik di televisi hingga internet saya telah melewati banyak fase - fase di mana saya sadar ternyata apa yang saya lakukan tidak ada manfaatnya. Walaupun bagi si pengundang merasa itu ada manfaatnya.
Ya apapun manfaat dan tidak manfaatnya, bagi saya secara pribadi. Jebakan retorika adalah suatu hal paling miris untuk saya secara pribadi, dan saya terus mencoba melawannya.
Ada orang yang jika bertanya memang karena dia ingin mencari tahu kebenaran, ada juga yang bertanya hanya sebatas menguji keilmuan kita. Ada juga yang ingin menunjukkan kelebihannya (karena dia terlanjur merasa paling tahu dan paling militan). Dan dari situ ruangan ruangan debat kusir sering terjadi, berlarut larut sedemikian rupa. Dan dari debat kusir akan lahir persepsi persepsi dan penilaian dari beragam watak manusia.
Saya jadi teringat nasehat seorang sahabat ya sebut saja Si P, yang mungkin secara umum beliau bukan berasal dari lingkungan aktivis dakwah atau terdaftar sebagai kader di harokah Islam tertentu. Begini bunyi nasehatnya :
Hati2&waspda thd penyusup2,provokasi,kecewa thd hal2 yg rupanya tdk benar mnrt ilmu yg tlh lo dpt (spt partai,khilafah,taklid,azab,wnt hamil dll),marah thd org2 yg sk mendebat dll. Mgkn itu faktor yg jd beban u lo d tambah dg fitnah & prvokasi yg ga abis2.
Nasehat ini menjadi tamparan sendiri untuk saya. Dulu orang berkata bahwa hal paling berbahaya itu ada tiga hal yaitu harta, tahta dan wanita. Tapi ternyata itu salah ada hal keempat yang sering dilupakan yaitu eksistensi atau pengakuan.
Setiap pejuang yang merindukan tegaknya kemuliaan Islam selalu berkata tentang mencari ridho Alloh, dan sayapun begitu. Namun pada faktanya sering jauh panggang daripada api. Secara tidak sadar tidak sedikit dari kita (terutama saya sendiri) terjebak dalam euforia itu. Euforia dari hasrat sebuah pengakuan.
Mencari pengakuan paling militan, mencari pengakuan agar dianggap pintar dan berwawasan, mencari pengakuan biar anggap berjasa, mencari pengakuan agar dianggap ini dan itu. Namun sekali saya sadar jauh sebelum sahabat saya berinisial P itu memberikan masukan. Jebakan retorika itu memang mengasyikan..bahkan bisa dibilang lebih melenakan dari perdebatan bid'a atau tidaknya sebuah alunan musik.
Dan itulah hakikat kekhawatiran saya, Jika seandainya popularitas (walau sebenarnya saya merasa tidak sepopuler itu) yang saya dapat dari 2 album saya ini berbentuk barang seperti meja, kursi, garpu, atau apalah...pastilah saya akan membuangnya cuma - cuma, bahkan memberikannya gratis kepada siapapun yang memintanya.
Anda tidak perlu repot repot memikirkan bagaimana memfitnah saya, mencari kelemahan dalam dalil dalil saya, untuk setelah anda mengalahkan saya berdebat anda akan pamer "ah si thufail mah dalil ini dan itu.." atau "ah si thufail mah begini dan begitu" atau " ah kemarin gue ngebantai dalil si thufail dan dia begini dan begitu.."
Serba salah..itu yang sekarang saya rasakan. Menolak di interview di bilang 'sok artis', namun ketika saya menerima untuk di interview di bilang 'gila popularitas'. Sedangkan ketika kita tidak memilih dua - duanya pun masih saja ada yang komentar ini - itu.
Ya itulah manusia, bahkan termasuk saya. Yang secara tidak langsung kepentingan akan sebuah eksistensi memang suatu hal yang akan menjadi fase dari setiap manusia termasuk saya. Dan alhamdulillah Alloh telah memberikan sejenak fase dari perjalanan itu begitu banyak pelajaran berharga. Pengalaman yang membuat saya menolak mentah - mentah undangan pribadi dari salah astu stasiun tv terbesar di Indonesia itu juga tabloid islam dari kota Bandung tersebut. Karena saya sadar selain agenda rating bagi si pemilik acara, saya cuma kena dampak efek tambah dikenal di tonton di jagat raya masyarakat negeri khatulistiwa ini. Ah tidak substansial menurut saya, bahkan cenderung menipu dan melenakan...Maaf bapak, ibu, mas, mba, atau apalah. Cari saja figur mualaf yang lain, karena saya bukan siapa - siapa.
Dan seperti rahasia, ketika daun berjatuhan di beranda..dimana aku pulang, ketika letih berbaring dalam hitam. Dan anai-anai beringsut masuk..mengusik ketenangan malam yang kian membisu. Sedang telaga kian keruh tak juga ada lentera mencoba merangkai nadaku yang minor bermelodi di atas tenor, terlempar pada titik nadir letih. Kuingin pulang mnemuiMu. Bercumbu dalam ruang bisuku.
Alhamdulillah atas semua pelajaran hidup ini, hingga aku memilih kalah melawan sabarku, dan sekuat tenaga membuat pensiun setiap egosentri dari candu candu eksistensi. Untuk sekali lagi mengerti
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada MASA (dewasa), kemudian (dibiarkan hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu.(Kami perbuat DEMIkian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya). (QS. 40:67)
Rather Be Forgotten Than Remembering Like A Thagut!
Jebakan Retorika
Senin, 07 Desember 2009