Realisasi Ujung Hati





Aku menemukan ruang dari sisi sisi yang luas. Aku menempatkan posisi pada garis nurani, berjalan jujur tanpa harus menakuti insting dengan khayalan yang tak bertepi. Mengejewantah dalam ragam ruangan. Meraba setiap jejak tentang jawaban jawaban akan alasan yang ingin ku ketahui. Aku hanya ingin tahu itu saja..

Merayap bersama umur, kadang otakku merasa tua terlalu dini, atau memang ada masa yang tidak sempat ku lewati, karena kondisi telah memaksa jam dinding bergerak lebih cepat dari jadwal alarm yang biasa menunggu waktu dengan kesabaran proses hidup.

Hingga kita lebih banyak menghabiskan waktu dan malam untuk bertanya pada diri sendiri. Entah mengapa aku mencium neraka didekatku, tersenyum bahagia seakan ia yakin bahwa aku akan menjadi temannya. Ini seperti berjalan sendirian di jalan kosong dan penuh gelap gulita. Lalu tiba – tiba kau lihat cahaya dari tiap lentera yang menyala disetiap sisi jalan. Baik dari sisi kiri maupun sisi kanan. Hinga tiba dimana dimensi mencelah dengan kegundahan. Jiwa – jiwa rapuh yang tertatih bertahan.

Aku lihat begitu banyak orang berbaris dipinggir jalan. Mereka mulai menyalakan lentera mereka. Setiap diri mereka memanggil manggil namamu, tangan mereka melambaikan tawaran agar kau mau mendekat. Setiap mereka telah menjadi raja atas definisi. Dan kau bergelombang dalam samudera pilihan dan untuk kesekian kali mencoba menebak alasan. Jika benar adalah kanan adalah kiri adalah hitam adalah putih dan warna warna yang begitu congkak untuk berdefinisi dalam keselarasan.

Dan ketika bulan dan bintang mulai terlihat lelah mengawal malam, aku mulai bertanya pada diriku sendiri. Tak ada kepala yang bisa menembus awan sendiri, karena itu untuk apa kita membanggakan diri. Jika akselerasi hanyalah permainan pengaruh kuantitas, maka kebanggaan rupanya tidak lebih dari sinonim kepura puraan. Tidak ada nilai terbaik untuk dimengerti dalam mendefinisikan alasan, selain belajar untuk tetap berdiri tegar walau badan harus terkoyak badai dan gemuruh petir kehidupan.

Kita belajar untuk mensyukuri keterasingan. Suatu ketika kita terbangun dan tak ada lagi orang – orang yang kita harapkan bisa saling mencintai bersama kita. Dan ketika ku coba mencari tahu semua alasan tentang hidup dan kebenaran ini, Mungkin aku akan menemukan cara lain, atau coba mencarinya di hari yang lain, Namun dengan semua perubahan musim hidupku, Mungkin aku tidak akan melakukannya lagi baik hari ini atau di lain waktu...ini sudah final…tanpa harus dicatat tanpa harus dikenang.