Malam itu selesai sudah tugas saya, warnet harus tutup. bersama partner kerja yang juga atasan saya kami menutup warnet. Ketika menyalahkan motor teman saya itu menghampiri saya dan menitip sebuah amplop.
"titip untuk Pedang.." begitu katanya.
Saya gugup, bingung harus berkata apa.
"Eh..em...i..iya bro..Alhamdulillah" begitu jawab saya.
Lalu saya bergegas setelah berkata..
"Sorry banget bro, gue ngak bisa nemenin jaga warnet dulu"
"Iya..santai aja" begitu katanya.
sayapun berlalu setelah mengucapkan salam kepadanya. Sampai di Tanjung Priuk tempat saya menginap saya membuka amplop. Alhamdulillah 20.000 rupiah. Rejeki dari Alloh..lumayan untuk menambah ongkos pulang kampung mengejar acara Aqiqah anak pertama saya PEDANG JIHAD FIE SABILILLAH.
Manifesto Sebuah Amplop
Setelah bersenda gurau dengan teman teman di Pesantren. Layu nafas saya teringat ketika masih aktif sebagai rapper bahkan sering menerima undangan sebagai pembicara di acara acara dakwah. Ya sekali lagi kita bicara amplop. karena dari situ sebenarnya saya bisa menghasilkan penghasilan lumayan besar.
bayangkan dari tampil sebagai rapper saya bisa menerima amplop kurang lebih 150.000 hingga 1.000.000 rupiah per-show. untuk jadi pembicara saya juga pernah menerima amplop mulai dari 20.000 rupiah hingga 1.500.000 rupiah.
namun seiring waktu, saya memilih berhenti dari semua aktivitas itu. dan salah satu permasalahan terbesarnya adalah masalah amplop. Bukan..bukan karena jumlah amplop itu terlalu kecil dan kurang banyak, tapi ini masalah niat.
Ada sesuatu yang hilang dalam tujuan ini. sekarang ketika kamu dibenturkan masalah ekonomi banyak orang berkecamuk dalam dirinya. Niat yang di lipservice-kan mencari ridho Alloh ternyata lebih banyak beraroma 'kira - kira dari kesempatan hari ini isi amplopnya berapa?'...
atau bisa juga "wah hari ini harus kejar target bayar kontrakan, semoga dapat rizki dari Alloh melalui undangan jadi pembicara hari ini".
Faktanya, hal yang biasa saya lihat dari ustad ustad di depan saya itu, mulai merasuk ke dalam realitas hidup saya. dan Sayapun mulai merasa ada yang tidak beres dengan semua ini. Dan dari situlah saya mulai berpikir untuk menghindari apa yang saya namakan 'bibit penyakit opportunis' ini.
Dan efeknya saya memang harus berhadapan dengan fakta, bahwa saya benar benar goyang secara ekonomi, karena dengan komitmen untuk berhenti dari jebakan opportunis itu telah menghilangkan sejumlah besar pendapatan saya.
Banyak undangan ngerap saya tolak, undangan jadi pembicarapun saya tolak. bahkan sudah tidak mau sama sekali melakukan hal - hal seperti itu. karena salah satunya adalah masalah niat. ternyata memang benar..tampilan luar itu lebih banyak menipu...dan saya berusaha keras tidak mau menjadi seperti itu..Saya tidak mau berpura - pura menjadi da'i padahal saya hanya memanfaatkan label Da'i itu untuk kepentingan perut saya semata. Saya tidak mau sama dengan kebanyakan ustad opportunis yang saya pernah temukan.
dan efeknya amplop dua puluh ribu dari teman saya dikantor itu, memang mengembalikan saya pada memori masalah lalu mengenai amplop itu.
Sinar Jaya, SMS Paman dan uang secukupnya.
Lalu sayapun sempatkan diri beristirahat besok paginya saya bergegas ke Pulo Gadung, mengejar bis Sinar jaya menuju Pekalongan. Tidak berapa lama sebuah telpon masuk dari paman saya. Dia menanyakan kabar dan sedikit memberikan masukan.
"kalau namanya mau arab - arab sekalian, begitu pesan ustad akhi..dan diperhatikan juga masa depannya dari efek nama tersebut" begitu pesannya..dan lagi - lagi dalilnya 'kata ustad'.
Saya termangu lama, hingga tertidur. dan terbangun di daerah Cikampek. dan tertidur lalu terbangun lagi di tempat istirahat didaerah Indramayu. Di sana saya langsung masuk rumah makan. Saya pilih satu potong ayam goreng, sayur dan sambal. Sekali lagi harga satu porsi nasi itu 13.000 perak! yang harusnya di tanjung priuk cuma 6.000. dan Hidup saya tercukupi. saya cuma bawa uang 150.000 rupiah. di potong 50.000 untuk uang bis sisa 100.000. dan di potong makan dan beli Aqua botol besar 5.000.
Yang saya tahu, meski uang pas - pasan. Keluarga saya mampu membayar bidan, membeli baju bayi, membeli bedak, popok, dan yang paling haru adalah saya habis membayar kontrakan rumah uang muka 900.000. Saya sendiri bingung dari mana semua ini bisa tercukupi...hingga saya menghabiskan satu piring nasi dan ayam bakar dengan harga dua kali lipat warteg tanjung priuk itu.
lalu saya sms balik om saya. saya katakan di sms :
"mas tadinya namanya mau SAYFUL JIHAD FIE SABILILLAH, tapi makna namanya jadi umum dimata masyarakat awam, makanya pakai nama PEDANG JIHAD FIE SABILILLAH. Lagian nama Sayful dah banyak. Penggabungan Indonesia Arab, toh ngak melanggar Syara...sedangkan untuk masa depan masih Ghoib, cuma Alloh yang tahu. Yang pasti membina dia menjadi ulama seperti Abdullah Azzam, Sayyid Quthb hingga Abdullah Hanafi dan Abu Bakar Ba'asyir adalah cita - cita abi dan uminya..wallahu'alam"
begitu bunyi sms saya ke paman saya itu. lalu paman saya kembali membalas sms saya :
"Tapi para syaikh itu menamakan anak2 mereka dg nama2 sederhana namun bermakna dan penuh doa" begitu balasan paman saya itu sederhana.
saya tersenyum membaca sms itu, saya sadar sms itu dasari sebuah kekhawatiran yang lahir karena cinta yang besar terhadap diri saya. dan Om..jika kamu baca tulisan ini, saya cuma mau bilang..Thufail sangat sayang om Qudrat. Namun sekali lagi, logika itu tidak bisa melemahkan kenyakinan saya kepada Alloh. Sejak saya menghabiskan sepiring nasi dan ayam bakar tadi, saya yakin Alloh akan memelihara setiap hambaNya yang berpegang teguh padaNya.
Lalu saya membalas sms Paman saya tersebut.
"bisa jadi kondisi, lingkungan, asalan dan suhu resistance berbeda mas. Nama arab di kalangan arab akan mudah dimengerti makna dan tujuannya. Tapi di indonesia nama arab tidak semua perduli apa maksud dan tujuannya. Pedang salin jarang digunakan, juga bisa ditangkap. Tinggal masalahnya proses tarbiyah abi dan umminya.."
setelah sms terakhir itu, paman saya tidak membalas lagi. lenyap dan husnudzon saya beliau sedang menghindari debat karena beliau paham watak keras kepala saya. Apalagi menyangkut kenyakinan pribadi saya.
Bis saya masuk Pekalongan sekitar jam 19.00 malam. setelah kordinasi dengan adik saya, sayapun memutuskan turun di terminal Pekalongan. tidak beberapa lama Pa'Le saya menjemput. Kami langsung bergegas menuju kesederhanaan desa Pangkah. Ruang dimana kami belajar bersyukur tentang hidup.
Di sini ada ikatan kesederhanaan yang tidak bisa dibayar dengan harga mahal. Di sini saya belajar arti masa depan yang sesungguhnya. Ketika orang bertaruh dengan cita cita dan emansipasi finansial. Sekali lagi..tidak ada kekayaan yang paling berharga dalam hidup saya selain Islam, kesederhanaan hidup dan rasa syukur.
Bahwasanya, ketika saya menapakkan kaki ke dalam rumah. Nenek saya melarang saya masuk kamar, begitupun adik ipar saya. lantaran saya masih kotor karena baru datang dari perjalanan jauh. Bukankah itu cinta? bukankah itu kenikmatan hidup? bukankah itu masa depan? ya saya sudah memilikinya tanpa harus khawatir apa yang akan terjadi besok. karena hari ini saya berjalan bersama Alloh dan Alloh yang Maha tahu apa yang saya butuhkan..
Untuk pertama kalinya saya menatap wajah anak saya, merasakan air kencingnya membasahi salah satu bagian bajunya dan baju saya, melihat istri saya membersihkan kotorannya ketika dia buang air besar..ya inilah masa depan.
Idul Adha dan Hadiah terbesar menjelang 8 tahun nikmat islam ini :)
Dan itulah hakikat yang hidup dalam diri saya. Dunia bisa di beli, tapi Islam dan Rasa Syukur itu adalah anugerah hidayah yang hanya diberikan Alloh kepada orang - orang yang di pilih olehNya, dan saya bersyukur menjadi bagian dari orang - orang tersebut...jadi mengapa harus khawatir....
Menjelang Idul Adha inipun saya merasakan nikmat itu, bukankah suatu yang tidak mungkin Siti Hagar tercukupi dahaganya dengan sebuah air yang hingga kini tidak pernah habis digunakan oleh para Jamaah Haji di seluruh dunia bertahun tahun dan berabad abad...
Seberapa teguh saya belajar mentarbiyah diri saya dari sepiring nasi dan ayam bakar juga keteguhan Nabi Ibrahim As. Maka saya menitip doa ini untuk seorang laki - laki yang dititipkan pada saya, istri saya bahkan keluarga besar kami. jadilah Pedang..untuk sebuah kesungguh-sungguhan(JIHAD) hidup di jalan Alloh (Fie Sabilillah). Sungguh hidup itu seperti Pedang jika kau lengah sedikit maka ia akan menebasmu...
Saya tidak takut akan kelaparan, saya tidak takut pada dahaga, saya tidak takut kehilangan dunia ini, yang saya takuti adalah kehilangan cinta Alloh lalu mati dalam keadaan kafir...karena itulah salah satu nasehat Hasan Al Bashri ini akan selalu saya ingat...
Aku tahu rezekiku tak mungkin diambil orang
karenanya hatiku tenang
Aku tahu, amal-amalku tak mungkin dilakukan orang lain
Maka, aku sibukkan diriku dengan bekerja dan beramal
Aku tahu, Allah selalu melihatku
karenanya, aku malu bila Allah mendapatiku melakukan maksiat
Aku tahu, kematian menantiku
Maka, kusiapkan bekal untuk berjumpa dengan Rabb-ku
Teguhkan kami ya Rabb...
karena tidak ada masa depan yang indah jika tidak di iringi dengan keridhoan dariMu..Dan saya bersyukur telah memiliki kenyakinan itu..
Tentang Sebuah Masa Depan...
Kamis, 19 November 2009